Berbagai Rasa Milik Orang Lain


           
Selamat pagi para blogger sekalian, kembali lagi bersama saya dengan sebuah tugas baru tentunya. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih sudah mau membaca tulisan ketiga pada blog pertama saya ini, semoga tulisan saya ini dapat membantu anda menghabiskan waktu kegabutan anda.

            Tulisan saya kali ini masih berhubungan dengan tulisan pertama saya yang membahas tentang sebuah persepsi. Entahlah, sepertinya semua tugas ini akan membutuhkan persepsi untuk dapat mengerjakannya. Namun, kalau dipikirkan lagi, untuk dapat menulis sesuatupun memang membutuhkan sebuah persepsi, karena persepsi datang dari sebuah pemikiran manusia akan suatu hal, dan kemudian tanpa sadar mereka akan menuangkannya kedalam sebuah tulisan.

Aahh.. Karena sudah lama tidak membaca novel online maupun yang berbentuk cetak, gaya penulisan saya sepertinya menjadi tidak menarik lagi. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya untuk hal yang satu ini, saya akan berusaha untuk membangkitkan gaya penulisan saya agar lebih enak lagi untuk dibaca. Kritik dan saran sangat terbuka untuk saya, bagi anda sekalian yang ingin memberikan masukkan silahkan tinggalkan komentar anda, saya akan sangat berterimakasih untuk itu.

Karena tugas-tugas ini selalu menambah jumlah kata dalam setiap ketentuannya, maka saya akan menuliskan kata-kata tidak penting terlebih dahulu seperti pada tulisan di atas. Saya akan menuliskan apapun yang terlintas dalam pikiran saya, seperti : “Saya sekarang sedang ingin memakan Sushi karena melihat sebuah akun instagram (yang entah siapa namanya saya tidak ingat) yang sedang mencoba Sushi yang tampaknya lezat sekali -baik,saya jadi lapar sekarang. “.

Baiklah saatnya untuk penulisan yang serius mulai sekarang, saya tidak akan meminta maaf atas pembukaan tidak penting diatas, karena sekarang bukanlah sedang nuansa Lebaran Idulfitri.

Tulisan saya kali ini akan membahas tentang persepsi beberapa orang -ya, sekarang bukanlah persepsi saya sendiri namun membutuhkan persepsi dari beberapa orang manusia untuk dapat menyelesaikan tugas ini- tentang sebuah mural yang berada di tembok pagar kampus tempat saya melanjutkan perkuliahan. Untuk dapat menyelesaikan tugas ini, saya diharuskan memilih sebuah mural dari sekian banyak mural yang terdapat pada tembok pagar tersebut. Kemudian saya akan menunjukkan kepada tiga orang untuk mengetahui persepsi mereka dan menyimpulannya dengan persepsi saya. Entah kenapa terlalu banyak kata “persepsi” pada paragraph ini, saya merasa pusing sendiri.

Saya memilih mural ini karena hanya mural ini yang terfoto dengan baik dibandingkan mural lain yang saya foto, karena posisi mural-mural ini kurang strategis untuk difoto, posisinya berada pada gang sempit yang pada sisi sebelahnya terdapat selokan bau yang lumayan besar, saya harus berhati-hati agar HP saya tidak terjatuh kesana, sungguh sebuah perjuangan demi menuntaskan tugas dengan baik. 

Penampakan mural tersebut seperti pada foto dibawah ini :




Saya menanyakan mural ini pada tiga orang responden seperti yang saya sudah tuliskan diatas, saya akan menuliskan persepsi mereka tanpa diedit terlebih dahulu, benar-benar sebuah perkataan lewat chat seperti anak muda biasanya. Namun untuk kenyamanan dan demi menjaga nama baik, saya tidak akan menuliskan nama mereka.


Responden 1   : “ Apa yah, banyak hal sih disini. Ibu yang menulis kata hati dia tentang hidup, dalam sebuah catatan untuk anaknya.”


Responden 2   : “Mungkin buku lebih menyamaikan(?) suara hati dari pada televisi(??)” , “ Ungkapan yang dipendam oleh ibu” , “Ungkapan lubuk hati lebih berasa disbanding buku, radio maupun televisi” , “Terdapat curahan hati dibalik sebuah lagu, buku dan film” , “Mengekspresikan hati pada tulisan, lagu dan film”.


Responden 3   : “Zaman berubah seiring waktu begitu pilih media dan pola pikir, jurnalis hanya dituntut mengikuti aturan yang sudah ada, dan dari hal itu pula jurnalis meninggalkan sisi kemanusiannya, yang ada di benak mereka hanyalah bekerja untuk atasan mereka, bekerja sesuai keinginan atasan mereka, hal itulah yang membentuknya menjadi seorang yang tidak memikirkan orang lain, dan informasi yang munculpun menjadi pro-kontra dalam masyarakat, jelas tertera pada judulnya “Jiwa”. Zaman berubah jiwapun ikut berubah seiring berkembangnya zaman dan media dimana fakta dapat diputar balikkan.”


            Dari persepsi tiga orang ini, dua diantaranya mempunyai persepsi yang hampir sama. “Menyuarakan kata hati yang terpendam oleh seorang ibu yang kemudian dituliskan kembali olehnya”. Sedangkan, menurut persepsi responden terakhir sangat jauh berbeda dari dua persepsi sebelumnya. Saya yakin salah satu diantara yang membaca tulisan ini bertanya-tanya kenapa persepsi responden ketiga ini sangat jauh berbeda? Yah,, namanya juga “Persepsi”, selama memiliki otak dan pemikiran masing-masing maka pasti ada saja bedanya. Responden terakhir ini berpendapat bahwa mural tersebut menggambarkan : “Seorang jurnalis yang telah kehilangan sisi kemanusiaan dan hati nuraninya untuk bekerja demi atasan dan juga tuntutan hidupnya. Namun, kebanyakan dari berita yang dihasilkan menjadi pro-kontra karena hanya menjual kata ‘Hot News’ tanpa mempedulikan dampaknya”.

            Sedangkan, menurut persepsi saya sendiri, mural tersebut digambarkan seorang ibu yang sedang merajut dari jantungnya, yang ditaruh diatas sebuah kamera zaman dulu yang terdapat sebuah buku dibawahnya. Mungkin maksudnya gambar ibu tersebut mewakili seorang jurnalis, yang menorehkan “kata hatinya” dalam sebuah “tulisan” kemudian ia melakukannya di depan kamera agar orang-orang dapat “mengetahui” bahwa ia yang menuliskannya. Padahal, apa yang dituliskan olehnya tidak berdasarkan pada sebuah buku, yang mungkin maksud dari buku tersebut adalah suatu “kebenaran” yang digambarkan melalui buku.

Pasti anda sekalian berpikir kenapa saya bisa sangat sok tahu sekali kalau gambar ibu tersebut mewakili jurnalis? Tenang saja, saya tidak akan menjawab bahwa ini karena persepsi saya. Saya berpikir demikian karena dari sekian banyak mural yang berada di tembok pagar tersebut semuanya menggambarkan tentang “Pers” dan juga “Politik”, maka saya menyimpulkan pasti mural inipun tidak akan jauh berbeda maknanya.  Saya harap anda sekalian yang membaca tulisan ini tidak dendam pada saya, mungkin lain waktu saya akan menyertakan foto-foto dari mural tersebut kalau saya sedang mood. Terimakasih untuk tidak memaksa, saya tahu ini pasti menyebalkan untuk anda, namun saya yang sekarang sangat tidak peduli akan hal tersebut, saya hanya igin menuntaskan tugas saya saja, kalau saya menyertakan gambar yang lain maka pembahasan ini tidak akan ada habisnya. Oleh karena itu, mari kita membahasnya dilain waktu saja.

Baiklah, sepertinya pembahasan ini sudah cukup, langsung saya simpulkan saja. Dunia pers memang sangat kejam, ada yang berani melakukan hal apapun demi menjual sebuah berita, walau sampai harus menjatuhkan orang lain sekalipun. Pers dan politik tidak akan bisa dipisahkan sampai kapanpun, politik memerlukan pers untuk menjaga nama baiknya, dan pers akan melakukan apa saja demi beritanya terus terjual sampai menjadi “Hot News”. Hubungan yang saling menguntungkan dan juga membutuhkan. Namun sekali lagi, tidak semua politik dan pers itu seperti yang saya tuliskan diatas, maka janganlah berpikiran sempit wahai manusia yang memiliki akal sehat untuk digunakan.  Terimakasih sudah membaca tulisan saya, see u next illusion.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suatu hal tentang persepsi seorang manusia

Sebuah Tulisan Yang Mendalam Hingga Merasuk Sukma